Rabu, 11 November 2015

Bagaimana aturan minum obat yang benar?



Minum obat bukan merupakan suatu yang asing bagi kita semua. Setiap orang pasti pernah minum obat atau vitamin. Lalu di apotek, sering juga disampaikan mengenai aturan minum obat, bisa sebelum atau sesudah makan. Sering dari kita mungkin mengabaikan aturan minum obat tersebut, padahal aturan minum obat tersebut memegang peranan penting dalam tercapainya efek obat pada tubuh kita. Makanan dan kandungan di dalamnya dapat memiliki efek yang signifikan pada jumlah obat yang dapat diserap tubuh dan juga kecepatan obat tersebut diserap oleh tubuh. Lalu, sebaiknya kapan suatu obat diminum? Apakah sesudah makan? Atau sebelum makan? Lalu apa alasannya? Yuk disimak artikel berikut!
Dengan memahami efek makanan pada obat dapat membantu kita untuk menentukan aturan minum obat. Pada umumnya pemberian obat bersamaan dengan makanan akan menghambat penyerapan obat. Namun, karakteristik makanan yang berbeda akan memberikan efek yang berbeda terhadap penyerapan obat. Jadi, tidak semua makanan menghambat penyerapan obat, tapi ada pula yang mempercepat penyerapan obat.  Lalu, apa saja faktor-faktor yang menentukan aturan minum obat tersebut, ayo kita lanjutkan membaca penjelasan berikut!
1.    Makanan dapat mempercepat atau memperlambat kecepatan penyerapan obat
Terdapat jenis makanan yang dapat memperlambat waktu pengosongan lambung. Waktu pengosongan lambung dapat kita asumsikan sebagai lama waktu suatu makanan di cerna di lambung. Akibat pengosongan lambung yang lama, dapat menyebabkan terhambatnya penyerapan obat. Makanan jenis ini biasanya berupa makanan yang kaya lemak. Karena waktu pengosongan lambung lama, maka waktu obat mencapai usus juga semakin lama sehingga kecepatan penyerapannya lama. Akibatnya, pemberian obat pada kondisi perut kosong sering direkomendasikan ketika suatu obat membutuhkan penyerapan yang cepat atau membutuhkan efek yang cepat. Untuk kebanyakan obat, terutama yang digunakan untuk kondisi kronis, terlambatnya penyerapan obat tidak menimbulkan konsekuensi klinis selama jumlah obat yang diserap tidak terpengaruh

2.    Makanan dapat meningkatkan atau menurunkan jumlah obat yang diserap
Makanan tidak hanya berpotensi meningkatkan umlah obat yang diserap, namun juga dapat menurunkan jumlah obat yang diserap.  Pengetahuan mengenai interaksi obat dan makanan akan menentukan bagaimana aturan minum suatu obat (baik waktunya maupun makanan yang boleh dimakan).
Efek dari makanan terhadap obat tergantung dari sifat obat tersebut.  Contohnya obat antivirus saquinavir, harus diberikan dengan makanan untuk memberikan peningkatan empedu untuk pelarutannya. Apabila diberikan saat perut kosong, akan menyebabkan penurunan jumlah obat yang diserap, sehingga menimbulkan kegagalan dalam pengobatan.

 3.    Adanya interaksi antara obat dengan makanan
Beberapa obat dapat berinteraksi dengan makanan, misalnya vitamin K dengan warfarin, jus anggur dengan siklosporin, sehingga pemberiannya perlu mendapatkan perhatian.
 Pada orang yang memperoleh warfarin, pemberian makanan yang mengandung vitamin K harus dalam jumlah yang relatif konsisten setiap harinya. Hal ini bertujuan menghindari risiko perdarahan pada pasien ataupun pembekuan darah yang berlebihan. Hal ini disebabkan oleh fungsi warfarin yaitu mengencerkan darah pada orang dengan risiko penggumpalan darah, sedangkan vitamin K memiliki fungsi sebaliknya (yaitu meningkatkan faktor pembekuan darah).
Jus anggur dan siklosporin jika diberikan bersamaan dapat menyebabkan over dosis pada pasien. Mengapa bisa seperti itu? Hal ini disebabkan jus anggur menyebabkan penghambatan pada enzim (zat yang mempercepat metabolisme zat/obat) yang memetabolisme siklosporin. Kemudian, siklosporin tetap beredar dalam darah dengan jumlah yang banyak atau berlebihan, sehingga menyebabkan keracunan pada pasien yang mengkonsumsinya.

4.    Kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat
Pemberian obat juga harus disesuaikan dengan rutinitas pasien (yang biasanya dipusatkan sekitar waktu makan) dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam minum obat. Sehingga direkomendasikan untuk minum obat dalam waktu yang konsisten relatif terhadap waktu makannya, misalnya sebelum atau sesudah makan, dengan tetap memperhatikan sifat obat tersebut.

5.    Menurunkan efek iritasi terhadap saluran cerna, termasuk peradangan saluran cerna dan luka (ulkus) di saluran cerna
Beberapa obat seperi golongan NSAID (diklofenak, asam mefenamat, ibuprofen) dan metformin diberikan bersama makanan atau beberapa saat setelah makan untuk meminimalkan efek samping pada saluran cerna.

6.    Menghindari efek obat yang tidak diinginkan
Beberapa obat diabetes seperti Repaglinide dan golongan sulfonilurea (glimepirid) diberikan sesaat sebelum makan untuk menghindari risiko penurunan kadar gula darah yang drastis (hipoglikemia) yang dapat berbahaya bagi pasien.

Nah, dengan mengetahui efek makanan terhadap obat yang kita minum, tentu suatu pilihan yang bijak jika kita meminum obat sesuai aturan yang diberikan oleh tenaga kesehatan, khususnya apoteker. Ayo, jangan lupa tanyakan aturan minum obat yang tepat pada apoteker kepercayaan anda!

Daftar Pustaka
1.   Mclachlan A, Ramzan I, Pharmacy F. Meals and medicines. Aust Prescr. 2006;29(2):40–2.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar